Muara Bungo, 14 Februari 2014
Langkahku terhenti di sebuah tempat yang
sudah amat kukenali.
Sebuah tempat yang dulu usang . . .
Sebuah tempat yang hampir ditinggalkan .
. .
Sebuah tempat yang sempat dilupakan . .
.
Aku berdiri disini, 150 juta kilometer
tepat di depan sang surya.
Namun aku merasa, aku berada di dekatnya.
Seolah berada tepat 150 centimeter di depanku.
Aku merasakan kehangatannya . . .
Butiran kehangatan yang dia pancarkan
telah menyinari relung batinku.
Dia merengkuhku dalam mahligai indah
berwarna jingga.
Kilauan cahaya emas keperakan yang
takkan pernah memudar.
Senja kini hampir tenggelam di ufuk
barat sana.
Namun untaian cahayanya takkan pernah
sirna ditelan masa.
Karena cahaya itu akan selalu menemani
setiap langkahku.
Mendekapku erat dalam belaian kasih nan
syahdu.
Senja mulai terbenam diantara
jejak-jejak mungil dimana kini aku berdiri.
Disini . . .
Di perbatasan cakrawala.
Dimana engkau dapat melihat segalanya.
Dimana engkau akan merasa bahagia . . .
Saat merasakan aromanya yang begitu mempesona
jiwa.
Senja . . .
Akankah engkau memelukku erat dalam
jalinan asmara.
Akankah engkau melantunkan nyanyian
cinta yang bergelora.
Hingga benih-benih cinta akan bersemi
selamanya.
No comments: "Jejak-Jejak Senja di Perbatasan Cakrawala"
Post a Comment