a)
Pengertian dysmenorrhea.
Dysmenorrhea berasal dari bahasa Yunani, dys (sulit, abnormal, nyeri), meno
(bulan), rrhea (aliran). Jadi dysmenorrhea adalah nyeri pada saat menstruasi.
Hampir semua wanita
mengalami rasa tidak enak pada perut bagian bawah pada saat menstruasi. Istilah
dysmenorrhea dipakai bila nyeri
terasa begitu hebar sehingga mengganggu aktivitas dan memerlukan obat-obatan.
Ada dua tipe-tipe dari dysmenorrhea, primary (primer)
dan secondary (sekunder).
1)
Pada primary dysmenorrhea.
Dysmenorrhea primer adalah
nyeri haid yang dijumpai tanpa kelainan pada alat-alat genital yang nyata. Dysmenorrhea primer terjadi beberapa
waktu setelah menarche biasanya
setelah 12 bulan atau lebih. Pada umumnya siklus haid pada bulan-bulan pertama
setelah menarche berjenis anovulatoar atau bersama-sama dengan
permulaan haid dan berlangsung untuk beberapa jam, walaupun beberapa kasus
dapat berlangsung untuk beberapa hari.
Sifat rasa nyeri ialah
kejang berjangkit-jangkit, biasanya terbatas pada perut bawah, tetapi dapat
menyebar ke daerah pinggang dan paha. Bersamaan dengan rasa nyeri dapat
dijumpai rasa mual, muntah, sakit kepala, diare, iritabilitas dan sebagainya.
Sebaiknya gadis-gadis
sudah mendapat informasi yang lengkap perihal menstruasi ini sebelum menarche (menstruasi pertama kali). Gadis-gadis
yang tidak mendapat penerangan yang baik tentang menstruasi akan mudah
menderita dysmenorrhea. Informasi
dapat diberikan oleh orangtua, guru-guru atau dokter. Faktor-faktor resiko dysmenorrhea antara lain nulipara
(wanita yang belum pernah melahirkan), obesitas (kegemukan), perokok dan
memiliki riwayat keluarga dengan dysmenorrhea.
Nyeri dysmenorrhea primer diduga berasal dari
kontraksi rahim yang dirangsangoleh prostaglandin. Nyeri dirasakan semakin
hebat ketika bekuan atau potongan jaringan dari lapisan rahim melewati serviks
(leher rahim), terutama jika saluran serviksnya sempit. Faktor lainnya yang
bisa memperburuk dysmenorrhea adalah:
(a) Rahim
yang menghadap ke belakang.
(b) Kurang
olahraga.
(c)
Stres psikis atau stres sosial.
Pertambahan umur dan kehamilan akan
menyebabkan menghilangnya dysmenorrhea primer.
Hal ini diduga terjadi karena adanya kemunduran saraf rahim akibat penuaan dan
hilangnya sebagian saraf pada akhir kehamilan. Dysmenorrhea primer juga disebabkan oleh faktor perilaku dan
psikologis. Meskipun faktor-faktor ini belum meyakinkan dibuktikan penyebab,
mereka harus dipertimbangkan jika pengobatan medis gagal.
2)
Pada secondary
dysmenorrhea.
Dysmenorrhea sekunder (DS) adalah nyeri saat menstruasi yang
disebabkan oleh kelainan kandungan atau ginekologi. Dysmenorrhea sekunder disebabkan oleh kondisi iatrogenik dan patologis yang bereaksi di uterus, tuba falopii,
ovarium atau pelvis peritoneum. Secara umum nyeri ketika terjadi proses yang
mengubah tekanan di dalam atau sekitar pelvis, perubahan atau terbatasnya
aliran darah atau karena iritasi peritoneum pelvis.
Dysmenorrhea
sekunder didiagnosis bila gejala yang timbul dari penyakit yang
mendasarinya, gangguan atau kelainan struktural baik didalam atau diluar rahim.
Patologi pada panggul
berikut ini dapat menyebabkan kondisi:
(a) Endometriosis.
(b) Penyakit
radang panggul.
(c) Ovarium kista dan tumor.
(d) Cervical stenosis atau oklusi.
(e) Adenomiosis.
(f) Fibroid.
(g) Uterine polip.
(h) Intrauterine adhesi.
(i) Malformasi congenital (misalnya, bicornate rahim, rahim subseptate).
(j) Intrauterine alat kontrasepsi.
(k)
Septum vagina tranverse, sindroma kongesti pelvis.
Tanda dan gejala pada dysmenorrhea
sekunder dan nyeri pelvis dapat beragam dan banyak. Umumnya gejala tersebut
sesuai dengan penyebabnya. Keluhan yang biasa muncul adalah gejala pada
gastrointestinal, kesulitan berkemih dan masalah pada punggung. Keluhan
menstruasi berat yang disertai myeri menandakan adanya perubahan kondisi uterus
seperti adenomyosis, myomas atau polip. Keluhan nyeri pelvis yang
berat atau perubahan kontur abdomen meningkatkan neoplasi intra-abdominal. Demam, menggigil dan malaise menandakan adanya proses inflamasi. Keluhan yang menyertai
infertilitas menandakan kemungkinan terjadinya endometriosis. Ketika pasien mengeluhkan
bahwa gejala muncul setelah penggunaan IUD, tidak tepat jika gejala muncul
setelah penggunaan IUD, tidak tepat jika mengatakan bahwa penggunaan IUD
sebagai penyebabnya.
Penyebab dari dysmenorrhea
sekundera antara lain infeksi, adenomiosis, mioma, uteri, salpingitis
kronis, stenosis servisis uteri, kista ovarium, polip uteri dan lain-lain. Faktor-faktor
risiko dysmenorrhea sekunder antara
lain infeksi pelvis, penyakit menular seksual. Terapi dysmenorrhea sekunder berdasarkan penyakit dasarnya.
b)
Kejang saat menstruasi.
Kejang-kejang
menstruasi adalah nyeri-nyeri di perut dan area-area pelvis yang dialami oleh
seseorang wanita sebagai suatu akibat dari periode menstruasinya. Kejang-kejang
menstruasi adalah tidak sama seperti ketidaknyamanan yang dirasakan selama premenstrual syndrome (PMS), meskipun gejala-gejal
dari kedua kelainan-kelainan dapat adakalanya dialami sebagai suatu proses yang
terus menerus. Banyak wanita-wanita menderita dari keduanya PMS dan
kejang-kejang menstruasi.
Kejang-kejang
menstruasi dapat terbentang dari ringan sampai sangat berat/ parah. Kejang-kejang
menstruasi ringan mungkin hamper tidak nyata dan berdurasi singkat adakalanya
dirasakan hanya sebagai suatu perasaan berat yang ringan pada perut. Kejang-kejang
menstruasi yang berat dapat begitu menyakitkan sehingga mereka mengganggu
aktivitas rutin wanita untuk beberapa hari.
Perbedaan antara
kejang-kejang menstruasi yang lebih menyakitkan dan meraka yang kurang
menyakitkan mungkin dihubungkan dengan tingkat-tingkat prostaglandin seorang
wanita. Wanita-wanita dengan kejang-kejang menstruasi mempunyai tingkat-tingkat
prostaglandin yang meninggi pada endometrium (lapisan kandungan) ketika dibandingkan
dengan wanita-wanita yang tidak mengalami kejang-kejang. Kejang-kejang
menstruasi adalah sangat serupa dengan yang dialami seseorang wanita thamil
ketika ia diberikan prostaglandin
sebagai suatu obat untuk menginduksi labor.
c) Penyebab
dysmenorrhea.
Setiap bulan, lapisan
sebelah dalam dari kandungan (endometrium)
terbentuk dalam persiapan untuk suatu kemungkinan kehamilan. Setelah ovulasi,
jika telur tidak dibuahi oleh sperma, tidak ada kehamilan yang berakibat dan
;apisan kandungan sekarang tidak lagi dibutuhkan. Tingkat-tingkat hormon
estrogen dan progesterone seorang wanita turun dan lapisan kandungan menjadi
bengkak dan mati. Kemudian dilepaskan dan akan diganti dengan suatu lapisan
baru pada siklus bulanan berikutnya.
Ketika lapisan kandungan
yang lama mulai terurai senyawa-sennyawa molekul yang disebut prostaglandin
dilepaskan. Senyawa-senyawa ini menyebabkan otot-otot kandungan untuk
berkontraksi. Ketika otot-otot kandungan untuk berkontraksi, mereka menyempitkan
suplai darah ke endometrium. Penyempitan ini menghalangi penyerahan oksigen ke
jaringan endometrium yang pada gilirannya terurai dan mati. Setelah kematian
jaringan ini, kontraksi-kontraksi kandungan secara harafiah memeras jaringan
endometrial lama melalui leher rahim (cerviks)
dan keluar dari tubuh dengan jalan dari vagina. Senyawa-senyawa lain yang
dikenal sebagai leukotriener, yang merupakan kimia-kimia yang memainkan suatu
peran pada respon peradanganm, juga meninggi pada saat ini dan mungkin
dihubungkan dengan perkembangan dari kejang-kejang menstruasi.
Banyak teori telah
dikemukakan untuk menerangkan penyebab dysmenorrhea
primer, tetapi patofisiologisnya belum jelas dimengerti. Rupanya beberapa
faktor memegang peranan penting sebagai penyebab dysmenorrhea primer, antara lain:
1) Faktor
kejiwaan: pada gadis-gadis yang secara emosional tidak stabil, apalagi jika
mereka tidak mendapat penerangan yang baik tentang proses haid, mudah timbul dysmenorrhea.
2) Faktor
konstitusi: faktor ini yang erat hubungannya dengan faktor tersebut diatas
dapat juga menurunkan ketahanan terhadap rasa nyeri. Faktor-faktor seperti
anemia, penyakit menahun dan sebagainya dapat mempengaruhi timbulnya dysmenorrhea.
3) Faktor
obstruksi kanalis servikalis: salah
satu teori yang paling tua untuk menerangkan terjadinya dysmenorrhea primer iadalah stenosis kanalis servikalis. Pada
wanita dengan uterus dalam hiperantefleksi
mungkin dapat terjadi stenosis kanalis
servikalis, akan tetapi hal ini sekarang tidak dianggap sebagai faktor yang
penting sebagai penyebab dysmenorrhea. Banyak
wanita yang menderita dysmenorrhea tanpa
stenosis servikalis dan tanpa uterus dalam hiperantefleksi.
Sebaliknya terdapat banyak wanita tanpa keluhan dysmenorrhea, walaupun ada stenosis serviklais dan uterus terletak
dalam hiperantefleksi atau hiperretofleksi. Mioma submokosum bertangkai atau polip endometrium dapat
menyebabkan dysmenorrhea karena
otot-otot berkontraksi keras dalam usaha untuk mengeluarkan kelainan tersebut.
4) Faktor
endokrin: pada umumnya ada anggapan bahwa kejang yang terjadi pada dysmenorrhea primer disebabkan oleh
kontraksi uterus yang disebabkan oleh kontraksi uterus yang berlebihan. Faktor
endokrin mempunyai hubungan dengan soal tonus dan kontraktifitas otot usus.
5)
Faktor alergi: teori ini dikemukakan setelah
memperhatikan adanya asosiasi antara dysmenorrhea
dengan mgraine atau asma bronkiale. Smith menduga bahwa sebab
alergi adalah toksin haid.
Beberapa
faktor penyebab dysmenorrhea sekunder
adalah:
1)
Endometriosis.
2) Fibroid.
3) Adenomiosis.
4) Peradangan
tuba falopii.
5) Perlengketan
abnormal antara organ di dalam perut.
6)
Pemakaian IUD.
Faktor anatomi lain yang diperkirakan untuk kontribusi
pada kejang-kejang menstruasi adalah suatu kemiringan yang memutar kembali dari
kandungan (retroverted uterus).
Kekurangan latihan diakui menyumbang pada kejang menstruasi yang menyakitkan. Telah
lama diperkirakan bahwa faktor-faktor psikologis juga memanikan suatu peran.
Contohnya adalah diterima secara luas bahwa stres emosi dapat meningkatkan
ketidaknyamanan.
d)
Etiologi dan gejala dysmenorrhea.
1) Dysmenorrhea primer.
Rasa nyeri diperut
bagian bawah, menjalar ke daerah pinggang dan paha. Kadang-kadang disertai
mual, muntah, diare, sakit kepala dan emosi yang labil. Nyeri timbul sebelum
haid dan berangsur hilang setelah darah haid keluar. Etiologinya belum jelas
tetapi umumnya berhubungan dengan siklus ovulatorik. Beberapa faktor yang
diduga berperan dalam timbulnya dysmenorrhea
primer yaitu:
(a) Prostaglandin.
Penyelidikan dalam
tahun-tahun terakhir menunjukkan bahwa peningkatan kadar prostaglandin (PG)
penting peranannya sebagai penyebab terjadinya dysmenorrhea. Atas dasar itu disimpulkan bahwa prostaglandin yang
dihasilkan uterus dapat berperan dalam menimbulkan hiperaktivitas miometrium.
(b) Hormon
steroid seks.
Dysmenorrhea primer hanya terjadi pada siklua ovulatorik. Artinya dysmenorrheal hanya timbul bila uterus berada dibawah
pengaruh progesteron. Sedangkan sintesis PG berhubungan dengan fungsi ovarium. Kadar
progesteron yang rendah akan menyebabkan terbentuknya PGF-alfa dalam jumlah
yang banyak.
(c) Sistem
saraf.
Uterus dipersafari
oleh sistem saraf otonom (SSO) yang terdiri dari sistem saraf simpatis dan para
simpatis. Jeficoate mengemukakan bahwa dysmenorrhea
ditimbulkan oleh ketidakseimbangan pengendalian SSO terhadap mio-metrium.
Pada keadaan ini terjadi perangsangan yang berlebihan oleh saraf simpatik
sehingga serabut-serabut sirkuler pada istmus dan ostium uteri internum menjadi hipertonik.
(d) Vasopressin.
Akarluad, dkk pada
penelitiannya mendapatkan bahwa wanita dengan dysmenorrhea primer ternyata memiliki kadar vasopressin yang sangat
tinggi dan berbeda makna dari wanita tanpa dysmenorrhea.
Ini menunjukkan bahwa vasopressin dapat merupakan faktor etiologi yang
penting pada dysmenorrhea primer.
Pemberian vasopressin pada saat haid menyebabkan meningkatnya kontraksi uterus
dan berkurangnya darah haid. Namun demikian peranan pasti vasopressin dalam
mekanisme dysmenorrhea sampai saat
ini belum jelas.
(e) Psikis.
Semua nyeri tergantung
pada hubungan susunan saraf pusat, khususnya thalamus dan korteks. Derajat
penderitaan yang dialami akibat rangsang nyeri tergantung pada latar belakang
pendidikan penderita. Pada dysmenorrhea, faktor
pendidikan dan faktor psikis sangat berpengaruh, nyeri dapat dibangkitkan atau
diperberat oleh keadaan psikis penderita. Seringkali segera seteleh perkawinan dysmenorrhea hilang dan jarang masih
menetap setelah melahirkan.
2) Dysmenorrhea sekunder.
Nyeri mulai pada saat
haid dan meningkat bersamaan dengan keluarnya darah haid. Dapat disebabkan oleh
antara lain:
(a) Endometriosis.
(b) Stenosis
kanalis servikalis.
(c) Adanya
AKDR.
(d) Tumor
ovarium.
e) Gejala
dysmenorrhea.
Menyebabkan nyeri pada
perut bagian bawah yang bisa menjalar ke punggung bagian bawah dan tungkai.
Nyeri dirasakan sebagai kram yang hilang timbul atau sebagai nyeri tumpul yang
terus menerus ada. Biasanya nyeri mulai timbul sesaat sebelum atau selama
menstruasi, mencapai puncaknya dalam waktu 24 jam dan setelah 2 hari akan
menghilang. Dysmenorrhea juga sering
disertai oleh sakit kepala, mual, sembelit atau diare dan sering berkemih.
Gejala utama adalah
nyeri dysmenorrhea terkonsentrasi di
perut bagian bawah, didaerah umbilikalis atau daerah suprapubik perut. Hal ini
juga dirasakan di perut kanan atau kiri. Hal itu dapat memancarkan ke paha dan
punggung bawah. Gejala lain mungkin termasuk mual dan muntah, diare atau
sembelit, sakit kepala, pusing, disorientasi, hipersensitivitas terhadap suara,
cahaya, baud an sentuhan, pingsan dan kelelahan.
Gejala dysmenorrhea sering dimulai segera
setelahovulasi dan dapat berlangsung sampai akhir menstruasi. Hal ini
dikarenakan dysmenorrhea sering
dikaitkan dengan perubahan kadar hormon dalam tubuh yang terjadi dengan ovulasi.
Penggunaan beberapa jenis pil KB dapat mencegah gejala dysmenorrhea, karena pil KB berhenti terjadi ovulasi terjadi
muntah.
Selama siklus
menstruasi wanita, endometrium menebal dalam persiapan untuk kehamilan
potensial. Setelah ovulasi, jika sel telur tidak dibuahi dan tidak ada
kehamilan, molekul senyawa yang disebut prostaglandin dilepaskan selama
pelepasan resultan isinya. Prostaglandin dan mediator inflamasi lainnya dalam
rahim menyebabkan uterus untuk kontraksi. Zat tersebut diduga menjadi faktor
utama dalam dysmenorrhea primer.
Ketika kontaksi otot rahim, mereka membatasi pasokan darah ke jaringan dari
endometrium mati melalui leher rahim dan keluar dari tubuh melalui vagina.
Kontraksi ini dan hasil sementara kekurangan oksigen ke jaringan di dekatnya
yang bertanggung jawab atas rasa sakit atau kram berpengalaman selama
menstruasi.
Oleh karena itu hampir
semua wanita mengalami rasa tidak enak di perut bagian bawah sebelum dan
sesudah haid dan jika sering kali rasa mual, maka istilah dysmenorrhea hanya dipakai jika nyeri haid sedemikian hebatnya,
sehingga memaksa penderita untuk istirahat dan meninggalkan pekerjaan atau cara
hidupnya sehari-hari untuk beberapa atau beberapa hari. Tidak jarang
menyebabkan kejang-kejang saat dysmenorrhea.
Kejang-kejang dysmenorrhea dapat secara ilmiah
ditunjukkan dengan mengukur tekanan di dalam kandungan dan angka frekuensi dari
kontraksi kandungan. Sewaktu suatu periode menstruasi normal, wanita rata-rata
mempunyai kontraksi-kontraksi dari suatu tekanan yang rendah (50-80 mmHg) yang
berlangsung 15-30 detik pada suatu frekuensi dari 1-4 kontraksi-kontraksi
setiap 10 menit. Diagnosis dari kejang menstruasi biasanya dibuat oleh wanita
sendiri dan mencerminkan persepsi nyeri individunya. Sekali seorang wanita
telah mengalami kejang-kejang menstruasi biasanya dengan penimbulan saat remaja
dari menstruasinya, dia menjadi sadar akan gejala-gejala khasnya.
f) Penanganan
dysmenorrhea primer dan sekunder.
1) Penanganan
primer
(a) Penerangan
dan nasihat.
Perlu dijelaskan kepada penderita bahwa dysmenorrhea adalah gangguan yang tidak
berbahaya untuk kesehatan. Hendaknya diadakan penjelasan dan diskusi mengenai
cara hidup, pekerjaan dan lingkungan penderita. Kemungkinan salah satu
informasi mengenai haid atau adanya tabu atau takhayul mengenai haid perlu
dibicarakan. Nasihat-nasihat mengenai makanan sehati, istirahat yang cukup dan
olahraga akan berguna.
(b) Pemberian
obat analgesik.
Dewasa ini banyak beredar obat-obat
analgesic yang dapat diberikan sebagai terapi simtomatik. Jika rasa nyerinya
berat, diperlukan istirahat di tempat tidur dan kompres panas pada perut bawah
untuk mengurangi penderitaan. Obat analgesic yang sering diberikan adalah
preparat kombinasi aspirin, fenasetin dan kafein. Obat-obatan paten yang
beredar di pasaran antara lain novalgin, ponstan, acet-aminophen dan
sebagainya.
(c) Terapi
hormonal.
Tujuan terapi hormonal ialah menekan
ovulasi. Tindakan ini bersifat sementara dengan maksud untuk membuktikan bahwa
gangguan benar-benar dysmenorrhea primer
atau untuk memungkinkan penderita melaksanakan pekerjaan penting pada waktu
haid tanpa gangguan. Tujuan ini dapat dicapai dengan pemberian salah satu jenis
pil kombinasi kontrasepsi.
(d) Terapi
dengan obat nonsteroid antiprostaglandin.
Memegang peranan yang makin penting
terhadap dysmenorrhea primer termasuk
di sini indometasin, ibuprofen dan naproksen dalam kurang lebih 70 % penderita
dapat disembuhkan atau mengalami banyak perbaikan. Hendaknya pengobatan
diberikan sebelum haid mulai 1-3 hari sebelum haid dan pada hari pertama haid.
(e) Dilatasi
kanalis servikalis.
Dapat memberikan keringanan karena
memudahkan pengeluaran darah haid dan prostaglandin di dalamnya. Neurektomi
prasakral (pemotongan urat saraf sensorik antara uterus dan susunan saraf
pusat) di tambah dengan neurektomi ovarial (pemotongan urat saraf sensorik yang
ada di ligamentum infundibulum) merupakan tindakan terakhir, apabila
usaha-usaha lain gagal.
2) Penanganan
sekunder
(a) Pemeriksaan
fisik.
Pemeriksaan fisik umumnya akan
memberikan petunjuk untuk penegakan diagnosis atau diagnosis itu sendiri pada
pasien yang memiliki keluhan dysmenorrhea
atau nyeri pelvis yang sifatnya kronis. Adanya pembesaran uterus yang
asimetris atau tidak teratur menandakan suatu myoma atau tumor lainnya. Pembesaran
uterus yang simetris kadang muncul pada kasus adenomyosis dan kadang terjadi
pada kasus polyps intrauterine. Gerakan uterus yang terbatas juga ditemukan
pada kasus uterus yang terbatas juga ditemukan pada kasus luka pelvis akibat
adhesion atau inflamasi. Proses inflamasi kadang menyebabkan penebalan struktur
adnexal. Penebalan ini terlihat jelas pada pemeriksaan fisik.
(b) Pemeriksaan
laboratorium dan ultrasonografi.
Tes laboratorium pada pasien dysmenorrhea sekunder atau nyeri pelvis
kronis sangat terbatas. Hitung jenis darah dapat membantu mengevaluasi akibat
adanya pendarahan yang terus menerus. Laju endap darah dapat membantu
mengidentifikasi adanya proses inflamasi, namun tidak spesifik. Tes radiologi
umumnya terbatas untuk etiologi yang tidak berhubungan dengan ginekologi,
seperti pemeriksaan pada saluran pencernaan dan saluran kemih. Tes
ultrasonografi pada pelvis memberikan manfaat yang besar karena memberikan
gambaran adanya myoma, tumor adnexal atau tumor lainnya dan lokasi pemakaian
IUD.
(c) Manajemen
terapi.
Pengobatan untuk dysmenorrhea sekunder maupun nyeri pelvis kronis diarahkan untuk
mengurangi/menghilangkan faktor penyebabnya. Meskipun penggunaan analgetik,
antispasmodik dan pil KB dapat memberikan efek yang bermanfaat namun sifatnya
hanya sementara. Hanya terapi spesifik yang bertujuan untuk menghilangkan
penyebab yang pada akhirnya akan memberikan keberhasilan terapi. Terapi yang
bersifat spesifik ini dapat berupa dari penghentian penggunaan IUD sampai
dengan terapi menggunakan anti estrogen pada kasus polip sampai dengan
histerektomi.
g) Perawatan
dari secondary dysmenorrhea.
Perawatan dari secondary dysmenorrhea tergantung pada
penyebabnya. Ada sejumlah kondisi-kondisi yang mendasarinya yang dapat
menyumbang pada nyeri termasuk:
1) Endometriosis
(sel-sel dari rumput liar lapisan kandungan yang berlokasi pada area-area yang
lain dari tubuh).
2) Uterine fibroids
(pertumbuhan-pertumbuhan kandungan yang bukan bersifat kanker yang merespon
pada tingkat-tingkat estrogen).
3) Adenomyosis (suatu kondisi yang jinak di
mana sel-sel dari lapisan kandungan sebelah dalam menyerang dinding berototnya,
myometrium).
4) Penyakit
peradangan pelvis atau pelvic
inflammatory disease (PID).
5) Adhesions
(tempelan-tempelan berserat abnormal antara organ-organ).
6) Penggunaan
dari suatu intrauterine device (IUD)
untuk kontrasepsi.
Pada umumnya, kejang-kejang
menstruasi seorang wanita tidak memburuk seumur hidupnya. Faktanya,
kejang-kejang menstruasi dari primary
dysmenorrhea biasanya berkurang dengan umur dan setelah kehamilan. Ini
diperkirakan disebabkan oleh fakta bahwa syaraf-syaraf kandungan degenerasi
(merosot) dengan umur dan menghilang di akhir kehamilan dengan hanya suatu
bagian dari syaraf-syaraf ini memperbaharui setelah kelahiran anak.
h) Tips
menangani sewaktu dysmenorrhea
Normalnya wanita akan
kedatangan tamu sebulan sekali yang biasa disebut dengan menstruasi. Tak jarang
haid sering menimbulkan nyeri dan dapat mengganggu aktivitas sehari-hari.
Sebagian besar wanita mengatasi rasa nyeri tersebut dengan mengkonsumsi
jamu-jamuan dan obat-obatan. Ketika haid dating terasa begitu nyeri, redakan
haid dengan cara berendam di air hangat, campurkan garam mandi ataupun minyak
aromatik yamg sedang trend untuk relaksasi. Tips lain untuk menangani dysmenorrhea:
1) Perbanyak
asupan cairan untuk menghindari dehidrasi kekurangan cairan akan membuat
nyerinya semakin terasa. Usahakan untuk minum air hangat untuk meningkatkan
aliran darah ke daerah panggul.
2) Mandi
dengan air hangat agar rasa nyeri hilang.
3) Konsumsi
vitamin B1 dan B2.
4) Meningkatkan
asupan kalsium dan vitamin D.
5) Memakai
pakaian yang longgar pada waktu menstruasi.
6) Membuat
ramuan jahe. Caranya, rebus beberapa potong jahe yang telah dimemarkan dalam
air lalu minum air jahe dalam keadaan hangat.
7) Tempatkan
handuk hangat di sekitar perut bagian bawah. Ini cara yang cukup mudah untuk
menghilangkan nyeri sementara waktu.
8) Hindari
meminum-minuman yang mengandung kafein karena bisa memicu iritasi pada usus
halus.
9) Meminum
teh beraroma mint. Lebih baik jika
diminum dalam keadaan hangat.
10) Melakukan
peregangan pada pagi hari dapat melancarkan peredaran darah dan sekaligus
mengurangi rasa nyeri.
No comments: "Dysmenorrhea"
Post a Comment